Tempatnya pengetahuan dasar tentang Islam

Showing posts with label THAHARAH. Show all posts
Showing posts with label THAHARAH. Show all posts

05 January 2023

Inilah pembahasan singkat tentang Status Wudhu' Jika Tersentuh Saudara Ipar Atau Ponakan Suami/Istri. Pembahasan thaharah ini sangat penting utk diketahui karena akan menentukan sah tidaknya shalat. Ya. Shalat akan sah apabila kita melakukan thaharah sehingga suci dari hadats, suci pakaian dan tempat shalat. Suci dari hadats diantaranya harus diawali dgn wudhu' yg benar beserta ketentuan di dalam syariat Islam. Oleh karena itu, mari kita pelajari Status Wudhu' Jika Tersentuh Saudara Ipar Atau Ponakan Suami/Istri.
Status Wudhu' Jika Tersentuh Saudara Ipar Atau Ponakan Suami Istri

Sudah kita ketahui dari pembahasan sebelumnya, bahwa diantara hal yang membatalkan wudhu' adalah menyentuh kulit mahram, baik sengaja ataupun tidak. Tapi terkadang masih ada pertanyaan, bagaimanakah status wudhu' kita kalau menyentuh saudara ipar atau ponakan istri/suami? Bukankah mereka termasuk mahram (dilarang untuk dinikahi)?

Pada judul sebelumnya, terkait masalah nikah, sudah dibahas juga bahwa mereka adalah mahram seperti halnya mertua dan menantu, berdasarkan firman Allah Swt, sebagaimana berikut:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ وَبَنٰتُكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهٰتُ نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕكُمُ الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ ۖ وَحَلَاۤىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا۔

Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. An-Nisa', 23)

Di samping itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يُجْمَعُ بَيْنَ المَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا، وَلاَ بَيْنَ المَرْأَةِ وَخَالَتِهَا

“Tidak boleh menghimpun antara seorang wanita dengan bibinya (keponakan istri dengan istri), baik bibi dari ayah maupun bibi dari ibu (dalam satu ikatan pernikahan).” (HR. Al-Bukhari 5109 dan Al-Muslim 1408)

Secara tekstual, kedua referensi dalil di atas dapat dipahami bahwa mereka adalah mahram. Tapi pemahaman secara kontekstual dapat diketahui dari penjelasan ulama ahli Fiqih yang tentu memahami latar belakang serta maksud sebenarnya, apakah status mahram tersebut berkaitan dengan masalah nikah ataukah wudhu', atau keduanya?

Di dalam mazhab mayoritas bangsa Indonesia, yaki mazhab Imam Syafi'i, dijelaskan bahwa salah satu sebab mahram (wanita haram dinikahi) adalah karena mushaharah (ikatan kekeluargaan disebabkan pernikahan). Simpelnya, apabila wanita sudah menjadi mahram, otomatis jika punya wudhu lalu tersentuh kulit, tidak membatalkan wudhu'. Tapi ternyata ketentuan tersebut tidak berlaku untuk semua mahram mushaharah, sebagaimana keterangan berikut:

قوله: أو مصاهرة أي توجب التحريم على التأبيد كأم الزوجة، بخلاف ما إذا كانت توجب التحريم لا على التأبيد كأخت زوجته، فإن الوضوء ينتقض بلمسها

Mertua (ibu dari istri atau ayah dari suami) dikategorikan mahram ta'bid (abadi). Berbeda dengn saudara istri (adik atau kakak ipar) dikategorikan mahram ghairu ta'bid (tidak abadi). Maka menyentuh kulit mertua tidak membatalkan wudhu' karena termasuk mahram selamanya, tetapi tersentuh kulit saudara ipar membatalkan wudhu' karena termasuk mahram sementara. [I'anatut Thalibin, juz 1 halaman 65].

12 March 2022

Inilah Tata Cara Mandi Wajib dan Sunnah, Lengkap dengan keterangan dalil atau referensi. Tulisan ini di share supaya dapat menjadi tambahan wawasan atau pengingat pengetahuan kita tentang syariat Islam, khususnya tentang Thaharah atau bersesuci.

Tata Cara Mandi Wajib dan Sunnah, Lengkap

Pengertian

Dalam Islam, ada 2 macam mandi. Pertama mandi wajib, kedua mandi sunnah. Mandi wajib disebut juga mandi junub (janabah) atau mandi besar. Mandi wajib dilakukan karena mengalami mimpi basah, jimak, haid, nifas, wiladah, atau mati.

Adapun mandi sunnah adalah mandi yg dilakukan pada kondisi tertentu. Misalnya: mandi karena mau shalat Jum'at, karena mau shalat ied, mandi setelah datang dari takziyah, atau lainnya. Selengkapnya, bisa dilihat di judul Macam-macam mandi sunnah.

Mandi wajib ataupun sunnah tidak seperti mandi biasa. Ada kriteria dan tata cara khusus yg membedakannya. Diantara kriterianya sebagaimana di atas, adapun caranya sebagaimana di bawah ini:

Tata Cara Mandi Besar

1. Sebelum mandi, disunnahkan membasuh kedua tangan sampai pergelangan tangan, masing-masing 3 kali. Cara membasuhnya yaitu dengan menyiram kedua tangan itu dengan air yang dituang dari gayung, bukan mencelupkan kedua telapak tangan ke dalam gayung.

Apabila air yang digunakan adalah air ledeng, kran, atau shower, maka membasuh tangan dilakukan sebagaimana biasanya. Namun ada yang perlu diperhatikan; jika di tangan ada najis lalu menyentuh bagian kran, sedgkan tangan atau kran ada yang basah, maka kran harus dicuci terlebih dahulu. Setelah itu mencuci tangan. Karena bagian kran yg disentuh tangan bernajis akan ikut najis. Oleh karena itu harus disucikan.

2. Mencuci kemaluan

Mencuci kemaluan disunnahkan menggunakan tangan kiri. Maka tangan kanan berperan mendekatkan air lalu menyiramkannya ke arah kemaluan. Usahakan najis turun bersama siraman air dan tidak terpercik ke bagian badan yg sudah suci.

3. Berwudhu'

Berwudhu sebelum mandi besar adalah sunnah. Tata caranya sebagaimana cara berwudhu untuk shalat, hanya saja ujung niatnya dirubah ke: sunnatan lillahi ta'ala.

4. Membaca niat

Lafad niat mandi dibaca di lisan, arti (inti) niat disuarakan di dalam hati, bersamaan (serentak) dgn guyuran/siraman air ke badan. Lafadz niat ada di judul yg relevan.

Mandi wajib ataupun sunnah harus diniatkan ikhlas karena Allah SWT dalam rangka mentaati perintah-Nya. Niat inilah yg membedakannya dgn mandi biasa. Dengan adanya niat maka suatu amal/perbuatan dihitung sebagai ibadah dan bernilai pahala di sisi Allah. Pahala adalah bekal kehidupan abadi di akhirat, dimana harta dan jabatan dunia sudah tidak berlaku lagi.

5. Mengguyur air ke seluruh badan

Dalam mandi wajib ataupun sunnah, harus diyakini bahwa air betul-betul sampai ke seluruh kulit badan, termasuk kulit yang ada di balik rambut atau bulu yang tumbuh di bagian tubuh tertentu.

Oleh karena itu guyuran (siraman) air ada kalanya perlu dibantu dengan gosokan jari-jemari tangan untuk menyampaikan air ke bagian tubuh yang sulit dijangkau, termasuk di lipatan-lipatan bagian tubuh.

Mengguyurkan air ke badan sunnah dimulai dari bagian kanan badan. Dan pastikan bahwa air sudah sampai ke seluruh badan, kiri-kanan, depan-belakang, dari kepala hingga kaki.

Dan apabila mandi wajib atau mandi sunnah dilakukan di sungai, waduk, kolam, atau di tempat lain yang debit airnya jauh melampaui 2 kullah, maka cukup menceburkan seluruh badan ke dalam air, bersamaan dengan niat di hati.

6. Disunnahkan untuk melaksanakan mandi junub itu dengan sesegera mungkin.

7. Tidak disunnahkan berwudhu' setelah mandi besar.

8. Diwajibkan berwudhu lagi apabila pada waktu mandi, telapak tangan menyentuh kubul atau dubur.

9. Selesai mandi, disunnahkan tidak mengeringkan badan dengan handuk atau kain apa saja.

Dalil dan Referensi

:: Frman Allah SWT:

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

"Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, "Itu adalah sesuatu yang kotor." Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri."
(QS Al Baqarah, 222)

:: Hadits ‘Aisyah RA:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ غَسَلَ يَدَيْهِ ، وَتَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ اغْتَسَلَ ، ثُمَّ يُخَلِّلُ بِيَدِهِ شَعَرَهُ ، حَتَّى إِذَا ظَنَّ أَنْ قَدْ أَرْوَى بَشَرَتَهُ ، أَفَاضَ عَلَيْهِ الْمَاءَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ، ثُمَّ غَسَلَ سَائِرَ جَسَدِهِ

“Jika Rasulullah ﷺ mandi junub, dia mencuci tangannya dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Kemudian dia mandi dengan menggosok-gosokkan tangannya ke rambut kepalanya hingga bila telah yakin merata mengenai dasar kulit kepalanya, dia mengguyurkan air ke atasnya tiga kali. Lalu dia membasuh badan lainnya.” (HR. Bukhari No. 272).

عن عائشة رضي الله عنها: أن رسول الله ( صلى الله عليه وسلم ) كان لا يتوضأ بعد الغُسل. رواه الترمذي

"Sesungguhnya Rasulullah SAW tidak berwudhu' setelah mandi besar." (HR. A Tirmidzi)

:: Penelitian Dr. Amin Ruwaiha:

:يقول الدكتور / أمين رويحة :
"أن الاغتسال علاجٌ لكثير من الأمراض العضوية والنفسية ".

"Mandi adalah salah satu pengobatan untuk sekian banyak penyakit luar - dalam (anggota dan organ tubuh)."

Inilah Tata Cara Mandi Wajib dan Sunnah, Lengkap dengan keterangan dalil atau referensi. Mudah2an dapat menjadi tambahan wawasan atau pengingat pengetahuan kita tentang syariat Islam, khususnya tentang thaharah atau bersesuci.

24 December 2021

Inilah Cara Menyamak Kulit Bangkai dari situs Pengetahuan dasar Islam sebagai penambah wawasan tentang syariat Islam, khususnya tentang thaharah atau bersesuci.

Cara Menyamak Kulit Bangkai

✔ Pengertian

Menyamak kulit bangkai, di dalam ilmu Fiqih disebut Ad-Dabghu (اَلدَّبْغُ) atau Ad-Dibaaghu (اَلدّّبَاغُ). Menyamak kulit bangkai maksudnya adalah membersihkan kulit bangkai binatang dari sesuatu yg dapat menyebabkannya busuk sehingga dikategorikan suci secara syariat.

✔ Cara Menyamak

Cara menyamak kulit bangkai adalah sbb.:

1. Bersihkan kulit bangkai binatang dari sesuatu yg dapat menyebabkan busuk. Maka darah, daging, dan atau lemak yg masih menempel di kulit tersebut harus dibuang.

2. Gosok kulit tersebut dgn bahan yg rasanya sepet atau kelat. Bahan yg biasa digunakan ialah daun bidara, daun salam, kulit delima, atau semisalnya.

3. Cuci kulit tersebut dgn air suci. Maka tata cara mensucikan najis sebagaimana penjelasan sebelumnya harus diterapkan pada poin ini agar kulit yg disamak betul2 suci.

✔ Kegunaan

Kegunaan kulit bangkai yg sudah disamak tentunya sangat banyak dən beragam. Misalnya digunakan utk bahan jaket kulit, ikat pinggang, dompet, topi, sepatu, tas, dsb. Kegunaan lainnya ialah sah diperjualbelikan, disedekahkan, dll.

Kulit bangkai yg sudah disamak bukan untuk dimakan. Karena tujuan dari penyamakan adalah mengubah status najis menjadi suci, bukan mengubah status haram menjadi halal. Maka kulit haail penyamakan tetap haram dikonsumsi karena tidak setiap sesuatu yg suci berarti halal dimakan. Apalagi sesuatu yg suci tersebut berasal dari najis.

✔ Tambahan

Kulit bangkai yg bisa suci dgn disamak yaitu semua kulit binatang selain babi dan anjing. Kemudian kulit bangkai dari hewan yg memang tidak halal dikonsumsi secara syariat, maka kulit hasil penyamakannya makruh dibawa shalat atau ibadah lain.

✔ Referensi

Ibnu Abbas RA, berliau berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِشَاةٍ مَيِّتَةٍ فَقَالَ هَلَّا اسْتَمْتَعْتُمْ بِإِهَابِهَا قَالُوا إِنَّهَا مَيِّتَةٌ قَالَ إِنَّمَا حَرُمَ أَكْلُهَا

Artinya:
Sungguh Rasulullah SAW pernah melewati seekor bangkai kambing, lalu bersabda: "Seandainya kalian manfaatkan kulitnya..". Mereka berkata: "Itu adalah bangkai." Beliau SAW menjawab: "Yang haram hanyalah memakannya." (HR Al Bukhari No. 5531 dan Al Muslim No. 363).

Imam At Tirmidzi berkata:

وَ قَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ إِنَّهُمْ كَرِهُوا جُلُودَ السِّبَاعِ وَإِنْ دُبِغَ وَهُوَ قَوْلُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُبَارَكِ وَأَحْمَدَ وَإِسْحَقَ وَشَدَّدُوا فِي لُبْسِهَا وَالصَّلَاةِ فِيهَا قَالَ إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ إِنَّمَا مَعْنَى قَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ فَقَدْ طَهُرَ جِلْدُ مَا يُؤْكَلُ لَحْمُهُ هَكَذَا فَسَّرَهُ النَّضْرُ بْنُ شُمَيْلٍ و قَالَ إِسْحَقُ قَالَ النَّضْرُ بْنُ شُمَيْلٍ إِنَّمَا يُقَالُ الْإِهَابُ لِجِلْدِ مَا يُؤْكَلُ لَحْمُهُ
Artinya:
Sebagian ulama` dari kalangan sahabat Nabi SAW dan selain mereka sesungguhnya mereka menghukumi makruh atas kulit binatang buas meskipun telah disamak. Ini adalah pendapat Abdullah Ibnul Mubarak, Ahmad dan Ishaq.

Dan mereka bersikap tegas dalam memakainya, serta mengenakannya dalam shalat. Ishaq bin Ibrahim berkata: “Sesungguhnya makna dari sabda Rasulullah SAW, yakni: "Kulit apapun jika disamak, maka menjadi suci’, maksudnya adalah kulit dari hewan yg boleh dimakan dagingnya. Demikianlah yang dijelaskan oleh An Nadhr bin Syumail.” Ishaq berkata lagi, Nadhar bin Syumail mengatakan; ungkapan disamak, adalah untuk kulit dari binatang yg dagingnya boleh dimakan.

Dari Abul Malih bin Usamah, dari ayahnya, dia berkata:

أنَّ رَسولَ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم نهى عن جُلودِ السِّباعِ

Artinya:
Bahwa Rasulullah SAW melarang kulit hewan buas. (H.R. Abu Daud No. 4132, At Tirmidzi No. 1771, Imam An Nawawi menyatakan: Shahih. (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdab, juz 1 hal. 220)

Syekh Ibnu Ruslan berkata:

وَجِلْدُ مَيْتَةٍ سِوٰى خِنْزِيْرِ بَرْ وَكَلْبٍ إِنْ يُدْبَغْ بِحِرِّيْفٍ طَهُرْ

Artinya, 
“Kulit bangkai selain babi darat dan anjing dapat suci dengan disamak menggunakan sesuatu yang rasanya sepet.” Ibnu Ruslan tegas menyatakan ‘babi darat’, karena fiqh juga mengenal istilah ‘babi laut’ (khinzirul bahri) dan bangkainya dihukumi suci bahkan halal dimakan. Karena itu, ia tidak masuk dalam pembahasan ini. (Kitab Zubad Ibni Ruslan bait 93)

عَنِ ابْنِ عَبّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا دُبِغَ الإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ. أخرجهُ مسلم.وَعِنْدَ الأَرْبَعَةِ أَيُّمَا إهَابٍ دُبِغَ.

Artinya:
Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Apabila kulit bangkai itu telah disamak, maka sesungguhnya kulit itu telah suci.” (HR. Muslim). Dan dari Abu Dawud, At Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah: “Kulit bangkai apa pun yang telah disamak”.

Imam Nawawi berkata:

كُلُّ الْجُلُودِ النَّجِسَةِ بَعْدَ الْمَوْتِ تَطْهُرُ بِالدِّبَاغِ إلَّا الْكَلْبَ وَالْخِنْزِيرَ وَالْمُتَوَلَّدَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَهَذَا مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ عِنْدَنَا

Artinya:
Semua kulit bangkai itu najis setelah kematiannya (bukan karena disembelih), maka ia jadi suci dengan disamak, kecuali anjing, babi, dan keturunan dari salah satunya. Ini pendapat yang kuat di sisi kami. (Al Majmu’ Syarah Al Muhadzab Jilid I)

Itulah cara menyamak kulit bangkai agar bisa suci dan bisa dipakai utk keperluan sehari2, termasuk dibawa shalat atau ibadah lainnya.

Baca juga:



20 December 2021

Inilah 3 Macam Najis yang Bisa Menjadi Suci berdasarkan hadits atau referensi dari ulama Fiqih. Pengetahuan tentang najis sangat penting untuk dipelajari karena sangat berkaitan dengan keabsahan ibadah.

Di sisi lain, ajaran Islam juga memerintahkan untuk mengkonsumsi makanan dan minuman halal, serta memakai pakaian yang suci. Maka dari itu, 3 Macam Najis yang Bisa Menjadi Suci ini perlu kita pahami dengan baik supaya nilai ibadah kita sah sesuai syariat Islam juga berkualitas di hadapan Allah Swt. Amin

Inilah 3 Macam Najis yang Bisa Menjadi Suci

Sesuatu yg awalnya najis dan bisa menjadi suci ada tiga macam, yaitu:

1. Khamr yg jadi cuka dgn sendirinya 
2. Kulit bangkai yg disamak
3. Hewan yg timbul dari suatu najis.

Keterangan:

1. Khamer atau arak menjadi suci apabila berubah jadi cuka dengan sendirinya. Perubahan dari arak ke cuka harus secara alami tanpa ada campuran apapun dan tidak menggunakan alat utk merubahnya.

Apabila perubahan dari arak ke cuka menggunakan bahan tertentu kimia atau menggunakan tertentu, maka hasil dari perubahan tersebut termasuk barang najis. Sesuatu yg najis haram dikonsumsi dan dibawa beribadah.

2. Kulit bangkai bisa menjadi suci apabila sudah disamak. Menyamak kulit maksudnya adalah membersihkan kulit bangkai binatang dari sesuatu yg dapat menyebabkan busuk.

Maka darah atau daging yg masih menempel di kulit tersebut harus dibersihkan menggunakan sesuatu yg rasanya sepet atau kelat, misalnya daun bidara.

Semua kulit bangkai binatang boleh disamak, kecuali kulit bangkai babi dan anjing.

3. Hewan yg muncul dari sesuatu yg najis, misalnya bangkai, sekalipun bangkai babi dan anjing.

Maka ulat yg keluar dari bangkai najis dan busuk tersebut adalah termasuk hewan suci.

Mengenai mengkonsumsi ulat yg muncul di dalam buah, dijelaskan di referensi sebagaimana di bawah.

Referensi: 

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ أَبَا طَلْحَةَ سَأَلَ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم عَنْ أَيْتَامٍ وَرِثُوا خَمْرًا قَالَ « أَهْرِقْهَا ». قَالَ أَفَلاَ أَجْعَلُهَا خَلاًّ قَالَ « لاَ » رواه ابو داود

Dari Anas bin Malik, bahwa Abu Thalhah pernah bertanya kepada Nabi SAW. mengenai anak yatim yang diwarisi khamr. Lantas Beliau mengatakan, “Musnahkan khamr tersebut.” Lalu Abu Thalhah bertanya, “Bolehkah aku mengolahnya menjadi cuka?” Nabi SAW. menjawab, “Tidak boleh.” (HR. Abu Daud No. 3675)

Penjelasan hadits:

(وَاِذَا تَخَلَلَتْ الْخَمْرَةُ) وَهِيَ الْمُتَّخَذَةُ مِنْ مَاءِ الْعِنَبِ مُحْتَرَمَةً كَانَتِ الْخَمْرَةُ اَمْ لَا وَمَعْنَى تَخَلَّلَتْ صَارَتْ خَلًّا وَكَانَتْ صَيْرُورَتُهَا خَلًّا (بِنَفْسِهَا طَهُرَتْ)

Artinya:
Ketika khamer/arak/ tuak berubah menjadi cuka, yakni khamer yang dibuat dari air anggur, baik tuak itu diistimewakan atau tidak, dan perubahannya dari khamer menjadi cuka tersebut dengan sendirinya (alami). maka ia menjadi suci. (Fathul Qorib)

عَنْ مَيْمُوْنَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُا، قَالَتْ: مَرَّ النَّبيُّ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَاةٍ يَجُرُّوْنَهَا، فَقَالَ: لَوْ أَخَذْتُمْ إهَابَهَا؟ فَقَالُوْا: إِنَّهَا مَيْتَةٌ، فَقَالَ: يُطَهِّرُهَا الْمَاءُ وَالْقَرَظُ. أَخْرَجَهُ أَبُوْ دَاوُدُ وَالنَّسَائِيُّ.

Dari Maimunah RA berkata bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam pernah melewati seekor kambing yang mereka seret, maka beliau pun bersabda: ”Seandainya kalian ambil kulitnya?” Mereka berkata: ”Ini adalah bangkai.” Beliau bersabda: "Air dan daun salam itu adalah bahan untuk menyucikannya.” (HR. Abu Daud, Nasa’i)

Imam An-Nawawi rahimahullahu 'anhu berkata:

وتحل ميتة السمك والجراد .. وكذا الدود المتولد من طعام كخل وفاكهة إذا أكل معه في الأصح

“Dan dihalalkan bangkai ikan dan belalang, ... begitu juga ulat yang terdapat pada makanan seperti cuka dan buah-buahan apabila termakan bersamanya, dalam pendapat yang lebih kuat” (Minhajut Thalibin Wa Umdatul Muftin, hal. 414).

Asy-Syaikh Abdullah Al-Kuhuji rahimahumallahu 'anhu berkata:

لعسر تمييزه, وقضية هذا التعليل أنه إذا سهل تمييزه كالتفاح أنه يحرم أكله معه, وخرج بقوله “معه” أكله منفردا فيحرم لنجاسته واستقذاره

“Hukum halal tersebut karena keberadaan ulat itu susah dipisahkan dari makanan, tetapi apabila ulat itu mudah dipisahkan dari makanan, seperti apel, maka haram hukumnya. Kemudian dari perkataan Imam An-Nawawi “apabila termakan bersamanya” menunjukkan bahwa apabila ulat itu dimakan secara terpisah maka hukumnya haram, karena kenajisannya dan ia adalah binatang yang menjijikkan (Zaadul Muhtaj bisyarhil Minhaj : 4/373).

Itulah 3 Macam Najis yang Bisa Menjadi Suci. Semoga bermanfaat, dapat menambah wawasan pengetahuan kita tentang Islam, khususnya bab thaharah atau bersuci.

27 October 2021

Inilah pengetahuan tentang Islam, bab thaharah atau bersuci. Kali ini menyoroti masalah Bangkai yang Tidak Najis. 

Bangkai yang Tidak Najis Dalam Islam

Secara umum, bangkai adalah benda najis dan dapat menajiskan benda lain apabila salah satu atau keduanya dalam keadaan basah. Akan tetapi ada bangkai yg suci dan ada bangkai yg dima'fu (dimakfu) sebagaimana keterangan di bawah.

✔ Pengertian Bangkai

Bangkai adalah hewan yg mati bukan karena disembelih secara Islam. Misalnya hewan mati karena tertabrak, terinjak, terjatuh, dipukul, dicekik, diseruduk hewan lain, dan semisalnya. Hukum bangkai adalah najis dan tidak halal dikonsumsi.

Allah SWT berfirman:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَآ اَكَلَ السَّبُعُ اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْۗ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا بِالْاَزْلَامِۗ ذٰلِكُمْ فِسْقٌۗ اَلْيَوْمَ يَىِٕسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ دِيْنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِۗ اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barang siapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
(QS Al Maidah ayat 3).

✔ Bangkai yang Tidak Najis

Bangkai yg tidak najis ada dua yaitu: bangkai ikan dan bangkai belalang. Kedua bangkainya dihukumi suci dan boleh dikonsumsi.

Rasulullah SAW bersabda:

عن ابن عمر رضي الله عنهما:قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: أحلت لنا ميتتان ودمان, فأما الميتتان فالحوت والجراد, وأما الدمان فالكبد و الطحال.
(أخرجه أحمد و ابن ماجه وفيه ضعف)
Artinya:
Dari Ibnu Umar RA ia berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah. Dua bangkai itu yaitu belalang dan ikan. Adapun dua darah itu yaitu hati dan limpa.” Dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah, dan di dalamnya terdapat kedhaifan.

✔ Bangkai yang Dima'fu

Bangkai yg dima'fu atau dimaafkan adalah bangkai hewan yg tidak mempunyai pembuluh darah atau darahnya tidak mengalir.

Imam Ar-Ramli penganut Madzhab Asy-Syafii berkata:

ويستثنى من النجس ميته لا دم لها سائل عن موضع جرحها، إما بأن لا يكون لها دم أصلاً، أو لها دم لا يجري
Artinya:
“Dikecualikan dari benda najis (tidak termasuk najis), yaitu: bangkai binatang yg tidak mengalirkan darah ketika dilukai, baik karena tidak memiliki darah sama sekali atau memliki darah tapi tidak mengalir.” (Nihayatul Muhtaj, 1/237).

✔ Contoh Bangkai Hewan yang Dima'fu

Bangkai hewan yg dima'fu (dimaafkan) misalnya: lalat, kumbang, tawon, nyamuk, semut kecoa, dll. Bangkai hewan tersebut tidak najis tetapi tidak halal dikonsumsi karena termasuk serangga.

Abu Hurairah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ، ثُمَّ لِيَطْرَحْهُ، فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ شِفَاءً، وَفِي الآخَرِ دَاءً
Artinya:
“Jika seekor lalat masuk di tempat minum kalian, maka celupkanlah seluruh bagian lalat tersebut. Lalu buanglah lalat tadi. Karena di salah satu sayapnya terdapat obat dan sayap lainnya adalah racun.” (HR. Bukhari no. 5872).

Bangkai hewan yg dima'fu tersebut tidak menajiskan benda lain walaupun basah, dengan syarat jatuh sendiri. Apabila dijatuhkan atau dilempar dgn sengaja maka najisnya tidak dimakfu. Jadi, misalnya ada lantai atau pakaian atau makanan basah lalu dilempari bangkai hewan yg berpotensi dima'fu menjadi tidak dima'fu lagi karena tidak ada musyaqqat dan hukumnya kembali ke hukum asal bangkai yakni najis.

Al Mushannif Muhammad bin Qasim Al Ghazi berkata:

( إلاَّ (ما) شيء (لا نفس له سائلة) كذُباب ونمل (إذا وقع في الإناء ومات فيه، فإنه لا ينجسه)
"Kecuali hewan yg tidak mempunyai darah mengalir, seperti: lalat dan semut. Apabila hewan itu jatuh ke dalam wadah berisi air dan mati di dalamnya maka itu tidak menajiskan."

وفي بعض النسخ «إذا مات في الإناء». وأفهم قوله «وقع» أي بنفسه، أنه لو طرح ما لا نفس له سائلة في المائع ضرَّ، وهو ما جزم به الرافعي في الشرح الصغير، ولم يتعرض لهذه المسألة في الكبير.

Dalam sebagian nusakh disebutkan: Jika hewan tidak berdarah itu dijatuhkan dgn sengaja maka bisa membahayakan (menajiskan). Ini adalah pendapat Imam Ar-Rofi'i dalam kitab 'Syarah Asshoghir' dan beliau tidak menampak permasalahan ini lagi dalam kitab 'Syarah Alkabir'."
(Fathul Qarib Al Mujib, hal. 58).

Demikian keterangan tentang bangkai yg tidak najis & bangkai yang dima'fu. Semoga bermanfaat, serta dapat menambah pengetahuan kita tentang Islam, khususnya thaharah atau bersesuci.

Postingan lainnya bisa dilihat di Menu > Daftar Isi > Label > Judul. Trimakasih.