Tempatnya pengetahuan dasar tentang Islam

Showing posts with label MUAMALAH. Show all posts
Showing posts with label MUAMALAH. Show all posts

15 February 2021

Inilah pendalaman pengetahuan Islam tentang ilmu Faraidh bab Ar-Radd. Bab ini sebagai lanjutan dari pembahasan sebelumnya yaitu cara hitung waris, bab Ar-Radd.

Masalah 'Aul, Contoh Kasus, Dan Solusi Hitungnya, Lab Faraidh

Sebagai lanjutan dari pendalaman pengetahuan tentang Hitung Waris, khususnya bab Radd pada judul tulisan yg lalu, sekarang akan dibahas tentang masalah Al-'Aul. Para penuntut ilmu Faraidh (baca: Faroid) biasa menyebut: 'Aul. Semoga pembahasan ini mudah dipahami oleh semua pembaca blog Pengetahuan Dasar Islam. Aaamiiin.

Pengertian

Al-‘Aul (أَلْعَوْلْ) berasal dari bahasa Arab yg berarti 'bertambah/tinggi'. Menurut istilah para pakar ilmu Fiqih, maksud dari Al-‘Aul adalah bertambahnya jumlah ashlul masalah (pokok masalah) dan berkurangnya bagian warisan utk ahli waris.

Kasus ini bisa terjadi dalam pembagian harta warisan. Penyebabnya adalah karena banyaknya ashhabul furudh (pewaris), sehingga harta warisan tidak cukup dibagi. Artinya, ada salah satu ahli waris ada yg bakal tidak menerima bagian.

Apabila kasus seperti ini terjadi, maka perhitungan warisan (faraid) dilakukan dengn cara menaikkan atau menambah pokok masalahnya (ashlul mas'alah), sehingga semua ashhabul furudh mendapatkan bagian harta warisan. Inilah yg maksud dngan 'Aul.

Sebagai tambahan pengetahuan, bahwa masalah 'Aul tidak pernah terjadi di masa Rasulullah. Masalahan ‘Aul pertama kali terjadi pada masa khalifah Umar bin Khathab r.a. Demikian sebagaimana yg diriwiyatkan oleh Ibnu Abbas ra;

“Orang yang pertama kali menambahkan pokok masalah adalah Umar bin Khathab. Dan hal itu ia lakukan karena ashhabul furudh bertambah banyak, harta waris tidak cukup diberikan kepada mereka.” 

Contoh Kasus :

Seorang pria wafat, beliau meninggalkan istri, lima anak perempuan, ayah dan ibu.

Hitungan waris berdasarkan Alqur'an Surah An-Nisa’ ayat 11-12, adalah sbb:

Istri mendapat 1/8 bagian,
5 anak perempuan mendapat 2/3 bagian,
Ayah mendapat 1/6 bagian, dan
Ibu mendapat 1/6 bagian.

Dalam contoh kasus ini ashlul masalahnya yaitu 24. Dan diperoleh hasil sbb:

Istri = (1/8 x 24) = 3 bagian,
5 anak perempuan = (2/3 x 24) = 16 bagian,
Ayah = (1/6 x 24) = 4 bagian,
Ibu = (1/6 x 24) = 4 bagian.

Total keseluruhan = 27 bagian. Apabila harta warisan dibagikan dgn cara penghitungan di atas maka akan ada ahli waris yg tidak mendapatkan bagian harta warisan. (Selengkapnya, bisa dilihat di gambar).

Solusi Penghitungan

Untuk memecahkan permasalahan di atas maka ulama Faraidh menggunakan metode 'Aul. Ashlul mas'alah yg asalnya 24 ditinggikan menjadi 27, sesuai dgn total bagian masing2 ahli waris.

Kemudian angka 27 itu dikalikan dgn jumlah anak, dihitung per kepala. Maka hasilnya yaitu 27 x 5 = 135. Dan angka 135 inilah hasil dari ashlul mas'alah yg di'aulkan atau ditinggikan, sekaligus menjadi ashlul mas'alah yg dipakai utk pembagian harta warisan. (Selengkapnya, bisa dilihat di gambar).

Sedgkan angka 5 yg didapat dari jumlah perkepala anak, dipakai utk dikalikan dgn hasil pembagian awal (sebelum di'aul).

Setelah melalui proses penghitungan metode 'aul seperti di atas maka hasil perhitungan akhirnya sbb:

Istri = (3 bagian x 5) = 15 bagian,
5 anak perempuan = (16 bagian x 5) = 80 bagian,
Ayah = (4 bagian x 5) = 20 bagian, dan
Ibu = (4 bagian x 5) = 20 bagian.

Total keseluruhan sekarang = 135 bagian. Apabila harta warisan dibagikan dgn cara penghitungan seperti ini maka semua ahli waris akan mendapatkan bagian harta warisan sesuai hak dən bagiannya. (Selengkapnya, bisa dilihat di gambar).

Sebelum ditutup, izinkan penulis memuji; Sayyidina Umar bin Khattab ra. itu pinter Matematika, loh! 

Baca Juga:

Pewaris Mahjub Yang Terhalang Mendapatkan Harta Warisan


16 March 2020

Inilah pendalaman pengetahuan ilmu Faraidh tentang Ar-Radd, sebagai lanjutan dari pembahasan sebelumnya cara hitung waris dalam Islam. 
Mendalami Masalah " Ar-Radd " Dalam Ilmu Faraidh

Sebagai pemantapan pengetahuan tentang ilmu waris, inilah pendalaman tentang Masalah " Ar-Radd ". Pendalaman disini mencakup pengertiannya, maksudnya, macam2nya, syarat2nya, beserta contoh2nya. 

Dalam Ilmu waris (Faraidh) ada istilah Ar-Radd, yg penjelasannya sbb:

✔ Pengertian Ar-Radd

Ar-radd (baca: ar-rodd) berasal dari bahasa Arab yg berarti 'mengembalikan'. Adapun ar-radd menurut istilah ulama ilmu faraidh ialah berkurangnya pokok masalah dan berlebihnya jumlah bagian ashhabul furudh. Masalah ar-radd merupakan kebalikan dari masalah al-'aul spt yg diulas pada judul berikutnya.

Sebagai satu contoh keadaan dalam pembagian warisan (hak waris) utk sejumlah ahli waris (ashhabul furudh); ketika mereka telah menerima haknya masing2, tetapi ternyata harta warisan itu masih tersisa; Namun tidak ada sosok kerabat lain sebagai 'ashabah; Maka sisa harta waris itu diberikan atau dikembalikan kepada para ashhabul furudh sesuai dng bagian mereka masing2.

✔ Syarat-Syarat Ar-Radd

> Syarat Ar-Radd ada 3 yaitu:

1. Ada ashhabul furudh
2. Tidak ada 'ashabah
3. Ada sisa harta waris

Kalau saja dalam pembagian harta waris tidak terkumpul 3 syarat tersebut maka masalah ar-radd tidak akan terjadi.

✔ Penerima Ar-Radd

> Ashhabul furudh yg bisa menerima ar-radd ada 8 orang, yaitu:

1. Anak perempuan
2. Cucu perempuan dari anak laki-laki
3. Saudara kandung perempuan
4. Saudara perempuan seayah
5. Ibu kandung
6. Nenek shahih (ibu dari bapak)
7. Saudara perempuan seibu
8. Saudara laki-laki seibu

> Ashhabul furudh yg tidak bisa menerima ar-radd ada 2 orang, yaitu:

1. Suami dan
2. Istri

Bagaimanapun keadaannya, suami atau istri tidak bisa mendapat bagian tambahan dari sisa harta waris.

Hal ini disebabkan ikatan kekerabatan mereka bukanlah karena nasab, melainkan karena sebab (sababiyah), yakni ikatan tali pernikahan. Dan kekerabatan ini akan putus karena kematian, maka dari itu suami atau istri tidak berhak mendapatkan ar-radd tetapi hanya mendapat bagian sesuai bagian yg menjadi hak masing-masing.

Sedgkan mengenai ayah dan kakek, sekalipun keduanya termasuk ashhabul furudh dalam beberapa keadaan tertentu, mereka tidak bisa mendapatkan ar-radd. Karena kalau dalam pembagian hak waris terdapat salah satunya (ayah atau kakek), maka tidak mungkin ada ar-radd, karena keduanya akan menerima waris berupa 'ashabah.

✔ Macam-macam Ar-Radd

> Ar-Radd ada 4 macam keadaan, yaitu:

1. Adanya ahli waris penerima bagian yg sama, dan tanpa adanya suami atau istri
2. Adanya ahli waris penerima bagian yg berbeda-beda, dan tanpa suami atau istri
3. Adanya ahli waris penerima bagian yg sama, dan dengan adanya suami atau istri
4. Adanya ahli waris penerima bagian yg berbeda-beda, dan dengan adanya suami atau istri

> Hukum Keadaan Pertama

Apabila dalam suatu keadaan ahli warisnya hanya terdiri dari ashhabul furudh dgn bagian yg sama (misalnya, semua ahli waris mendapatkan bagian setengah, atau seperempat, dan seterusnya) dan dalam keadaan itu tidak terdapat suami atau istri, maka cara pembagiannya dihitung berdasarkan jumlah ahli waris.

Contohnya:

Ada seseorang wafat. Beliau hanya meninggalkan tiga anak perempuan, maka pokok masalahnya yaitu tiga, sesuai jumlah ahli waris. Sebab, bagian mereka sesuai furudhul mas'alah yaitu dua per tiga (2/3), dan sisanya mereka terima secara ar-radd. Karena itu pembagian hak masing2 sesuai jumlah mereka, disebabkan mereka merupakan ahli waris penerima bagian yg sama.

Atau ada seseorang wafat. Beliau hanya meninggalkan sepuluh saudara kandung perempuan, maka pokok masalahnya yaitu sepuluh. Dan pembagiannya pun secara fardh dan ar-radd. Mengenai pembagiannya (furudhul mas'alah) ada di judul yg relevan yakni tentang Warisan dan Pembagiannya.

Atau ada lagi seseorang wafat. Beliau meningalkan seorang nenek dan saudara perempuan seibu. Maka pokok masalahnya yaitu dua, disebabkan bagiannya sama.

> Hukum Keadaan Kedua

Apabila dalam suatu keadaan terdapat bagian ahli waris yg berbeda-beda (dan tidak ada salah satu dari suami atau istri) maka cara pembagiannya dihitung dan nilai bagiannya, bukan dari jumlah ahli waris (per kepala).

Contohnya:

Ada seseorang wafat. Beliau meninggalkan seorang ibu dan dua orang saudara laki-laki seibu;
Maka pembagiannya yaitu:

- Ibu mendapatkan seperenam (1/6),
- Kedua saudara laki-laki seibu mendapatkan sepertiga (1/3).

Di sini tampak jumlah bagiannya yaitu 3 (tiga), dan itulah angka yg dijadikan pokok masalah (ashlul mas'alah).

Atau ada seseorang wafat meninggalkan seorang anak perempuan serta seorang cucu perempuan dari anak lak-laki. Maka pokok masalahnya yaitu 4 (empat), karena jumlah bagiannya ada empat.

Atau ada lagi seseorang wafat. Beliau meninggalkan seorang ibu, saudara kandung perempuan, serta saudara laki-laki seibu. Maka jumlah bagiannya adalah lima, dan itulah pokok masalahnya.

Atau ada seseorang wafat dan meninggalkan seorang nenek, anak perempuan, serta seorang cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki. Maka jumlah bagiannya adalah lima, dan itulah pokok masalahnya.

Ada lagi seseorang wafat dan meninggalkan saudara kandung perempuan serta saudara perempuan seayah. Maka pokok masalahnya 4 (empat), karena jumlah bagiannya empat.

Seseorang wafat dan meninggalkan saudara kandung perempuan, saudara perempuan seayah, dan saudara perempuan seibu. Maka pokok masalahnya yaitu lima, karena jumlah bagiannya adalah lima.

> Hukum keadaan Ketiga

Apabila para ahli waris semuanya dari ashhabul furudh menerima bagian yang sama, disertai salah satu dari suami atau istri, maka ketentuan yg berlaku yaitu dgn menjadikan pokok masalahnya dari ashhabul furudh yg tidak dapat dilebihkan (di-radd-kan); kemudian sisanya dibagikan kepada yg lain sesuai dgn jumlah per kepala.

Contohnya:

Ada seseorang wafat. Beliau meninggalkan suami dan dua anak perempuan. Maka suami mendapatkan seperempat (1/4) bagian, dan sisanya tiga per empat (3/4) dibagikan kepada anak secara merata, yakni sesuai jumlah kepala. Inlah langkah termudahnya.

Atau ada seseorang wafat meninggalkan seorang istri, dua orang saudara laki-laki seibu, serta seorang saudara perempuan seibu. Maka pokok masalahnya yaitu empat, karena angka itu diambil dari ashhabul furudh yg tidak dapat di-radd-kan, yaitu istri, yg mendapatkan bagian seperempat (1/4).

Atau ada lagi seseorang wafat meninggalkan seorang istri, serta lima orang anak perempuan. Pokok masalahnya adalah 8 (delapan), angka ini diambil dari bagian ashhabul furudh yg tidak dapat di-radd-kan. Maka istri mendapatkan seperdelapan (1/8) bagian, [ 1 bagian dari 8 pokok masalah ], sedangkan sisanya tujuh per delapan (7/8) merupakan bagian utk lima anak perempuan, dibagi secara rata.

Untuk kemudahan perhitungan mengenai contoh keadaan ini maka digunakan teori 'tashhih' atau penyetaraan penyebut (ashlul mas'alah) agar bisa dibagi 5 dan 8. Maka diambillah angka 40 sbg ashlul mas'alah, dən menjadi spt ini:

1/8 x 40 = 5 (bagian utk ibu) = (5/40).

7/8 x 40 = 35 (bagian utk 5 anak) = 7 (bagian utk masing2 anak) = (7/40).

Jadi misalnya harta warisannya senilai 100.000.000 (seratus juta) maka utk:

~ Ibu = 5/40 x 100.000.000 = 12.500.000.

~ masing2 anak = 17.500.000.

Chek keakuratan:

100.000.000 - 12,500,000 - 87,500,000 (17.500.000 x 5) = habis atau selesai.

Atau ada lagi seseorang wafat meninggalkan seorang istri dan empat anak perempuan. Dalam hal ini pokok masalahnya yaitu empat, diambil dari istri sebagai ashhabul furudh yg tidak dapat di-radd-kan. Maka pembagiannya yaitu: istri mendapatkan seperempat (1/4) bagian, sedangkan sisanya, yakni tiga per empat (3/4) dibagi secara merata utk empat anak perempuan pewaris.

> Hukum keadaan Keempat

Apabila dalam suatu keadaan terdapat ashhabul furudh yg berbeda-beda bagiannya, dan di dalamnya terdapat pula suami atau istri, maka ketentuannya yaitu harus menjadikannya dalam dua masalah. Pada permasalahan pertama tidak menyertakan suami atau istri, dan pada permasalahan kedua menyertakan suami atau istri.

Kemudian dibuat diagram masing2 secara terpisah. Setelah itu diagram tersebut dicocokkan dgn salah satu dari tiga kriteria yg ada, apakah tamaatsul (kemiripan), tawaafuq (sepadan), dan tabaayun (perbedaan), sbgmn pada judul sebelumnya.

Contohnya:

Ada seseorang wafat. Beliau  meninggalkan istri, nenek, dan dua orang saudara perempuan seibu. Maka pembagiannya seperti berikut:

Diagram pertama tanpa menyertakan suami dan istri:
Pokok masalahnya yaitu enam, dengan ar-radd menjadi lima (yakni dari jumlah bagian yg ada).

Bagian nenek seperenam (1/6) berarti satu bagian.

Bagian kedua saudara perempuan seibu sepertiga (1/3) = 2 bagian.

Adapun diagram kedua menyertakan suami atau istri:
Pokok masalahnya yaitu empat, diambil dari bagian ashhabul furudh yg tidak dapat di-radd-kan, yakni istri.

Bagian istri seperempat (1/4) berarti memperoleh satu bagian.

Sisanya, yaitu tiga bagian, merupakan bagian utk nenek dan kedua saudara perempuan seibu.

Dengan melihat kedua diagram tersebut, tampaklah bagian yg sama antara bagian nenek dan bagian dua saudara perempuan seibu, yakni tiga bagian. Angka tiga tersebut berarti tamaatsul (sama) dalam kedua diagram.

Kemudian bila istri mendapat bagiannya, yakni seperempat (1/4), maka sisa harta waris tinggal tiga bagian. Keadaan ini juga merupakan tamaatsul (sama) dengan masalah ar-radd. Karenanya tidak lagi memerlukan tashih, dan cukuplah apabila diagram kedua itu sebagai pokok masalah.

Atau ada lagi seseorang wafat meninggalkan istri, dua orang anak perempuan, dan ibu.

Pada diagram pertama tanpa menyertakan suami atau istri. Dengn demikian maka pokok masalahnya yaitu enam, dan dengan ar-radd maka menjadi lima, karena itulah jumlah dari bagian yang ada.

Sedangkan dalam diagram kedua menyertakan suami atau istri. Dengn demikian maka pokok masalahnya yaitu delapan, karena merupakan ashabul furudh orang yg tidak dapat di-radd-kan, yakni istri.

Apabila istri mengambil bagiannya, yakni yg seperdelapan, maka sisanya tujuh per delapan (7/8), dan sisa ini merupakan bagian dua anak perempuan dengan ibu, secara fardh dan radd.

Alasannya karena tujuh dan lima itu tabaayun (berbeda). Kemudian langkah berikutnya yaitu mengalikan pokok masalah kedua (delapan) dengan pokok masalah pertama (lima). Maka hasil perkalian antara kedua pokok masalah itu adalah pokok masalah bagi kedua ilustrasi tersebut.

Setelah pokok masalah dari kedua diagram permasalahan tersebut diketahui, maka tampaklah bagian istri adalah seperdelapan dari empat puluh bagian, yang berarti ia mendapat lima (5) bagian.
Sdgkan bagian kedua anak perempuan dan ibu adalah sisa dari bagian istri, yakni tiga puluh lima (35) bagian.

Maka pembagiannya sbb:

Bagian kedua anak perempuan adalah hasil perkalian antara empat (bagiannya dalam diagram pertama) dengan tujuh (merupakan sisa bagian pada diagram kedua) berarti dua puluh delapan (28) bagian.

Adapun bagian ibu adalah hasil perkalian antara bagiannya dalam diagram pertama (satu bagian) dengan tujuh (yang merupakan sisa bagian dalam diagram kedua) berarti tujuh (7) bagian.

Jadi, dari jumlah keseluruhan antara bagian istri, ditambah bagian kedua anak perempuan, ditambah bagian ibu adalah 5 + 28 + 7 = 40.

Diagram pertama tanpa menyertakan suami/istri
Pokok masalahnya aslinya dari 65, dengan radd, menjadi 5

Bagian kedua anak perempuan 2/3, berarti 4
Bagian ibu seperenam (1/6), berarti 1
Jumlah bagian yaitu 5

Diagram kedua dengan menyertakan suami/istri

Pokok masalah yaitu delapan, diambil dari ashhabul furudh yang tak dapat di-radd-kan. Maka setelah tashih menjadi 40.
Bagian istri 1/8, berarti 1
setelah tashih menjadi 5
Bagian dua anak perempuan dan ibu yaitu 7
setelah tashih bagian anak perempuan 4 x 7
= 28
bagian ibu yaitu 7

Sekian pembahasan Masalah " Ar-Radd " Dalam Ilmu Faraidh Semoga bermanfaat., semoga dapat menambah wawasan pengetahuan kita tentang Islam khususnya bab ar radd fil faroid

25 November 2019

Inilah pembahasan singkat tentang cara menghitung harta warisan disertai contoh, dari blog pengetahuan dasar Islam, sebuah blog yg membahas tentang pengaplikasian syariat Islam .
CARA MENGHITUNG PEMBAGIAN HARTA WARISAN
gambar_ilustrasi_menghitung_harta_warisan

Cara menghitung pembagian harta warisan ini berdasarkan syariat Islam, disepakati oleh ulama ahli ilmu Faraidh.

Sebelumnya perlu diketahui bahwa yang mempunyai wewenang dalam ketentuan pembagian harta warisan dan hak mendapatkannya ataupun tidak, bukanlah orang tua, keluarga, ulama, atau orang lain, akan tetapi sejatinya adalah Allah SWT. Dia-lah Yang Menciptakan manusia, Menguasai hidup-matinya manusia, sekaligus Berhak Mengatur manusia selaku hambaNya, demi kebaikan dan kemaslahatan di muka bumi ini.

Di antara firmanNya yaitu:

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ
“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu. Yaitu, bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan…”(An-Nisa : 11)

Aturan Pembagian Harta Warisan

Sebelum harta warisan si mayit dibagikan, hendaknya diperhatikan istilah & hal2 berikut ini.

1. Al-Muwarrits (orang yang mewariskan hartanya) dinyatakan telah mati, bukan pergi yg mungkin kembali, atau hilang yg mungkin dicari.

2. Al-Waritsun wal Waritsat (ahli waris laki-laki dan perempuan), masih hidup pada saat kematian Al-Muwarrits

3. At-Tirkah (harta warisan) nyata ada dan setelah dipergunakan utk kepentingan ta'ziyah atad si mayit yakni Muwarrits.

4. Ashlul Mas’alah, yaitu penyetaraan suku-suku bagian setiap ahli waris utk menemukan hasil angka bulat. Selengkapnya dijelaskan di bawah. Ashlul Mas'alah disebut juga: 'Pokok Masalah'; karena ini yg akan menjadi pokok dlm menghitung harta warisan disamping Ketentuan Bagiannya (siham / furudhul mas'alah).

✔ Cara Menemukan Ashlul Mas'alah

A. Jika ahli waris mendapatkan bagian Ashabah, tidak ada yang lain, maka ashlul mas’alahnya menurut jumlah yang ada; yakni laki-laki mendapat dua bagian dari bagian wanita.

Contoh : 

Mayit meninggalkan:

- 1 anak laki-laki dan 
- 1 anak perempuan. 

Maka angka ashlul mas’alahnya yaitu 3, karena anak laki-laki = 2 dan anak perempuan =1.

Mayit meninggalkan:

- 5 anak laki-laki, 

Maka angka ashlul mas’alahnya yaitu 5, maka setiap anak laki-laki = 1

B. Jika ahli waris yg menjadi Ashabul Furudh hanya seorang, yang lain Ashabah, maka ashlul mas’alahnya yaitu angka yang ada.

Contoh : 

Mayit meninggalkan 

- isteri dan
- anak laki-laki. 

Maka angka ashlul mas’alahnya yaitu 8, karena isteri mendapatkan 1/8. Kelebihan atau sisanya yaitu utk anak laki-laki. Maka isteri mendapatkan 1/8 dan anak laki-laki mendapatkan 7/8.

C. Jika ahli waris yang menjadi Ashabul Furudh lebih dari satu, atau ada ahli waris yg Ashabah, maka perlu melihat angka pecahan setiap Furudhul Mas'alah, yaitu : ½, ¼, 1/6, 1/8, 1/3. 2/3.

1. Jika angka pecahannya sama penyebutnya (المماثلة )., misalnya 1/3 dan 1/3, maka ashlul masalahnya yaitu angka 3.

2. Jika pecahan satu sama lain saling memasuki atau sekelipatan ( المداخلة ), maka ashlul masalahnya angka yg besar. Misalnya ½ dan 1/6, maka ashlul masalahnya yaitu angka 6.

½ dari 6 = 3 sedangkan 1/6 dari 6 = 1,  

Atau 
½ = 3/6 sedangkan 1/6 =1/6

Intinya
Pecahan akan bisa dihitung apabila penyebutnya sudah disingkronkan / disetarakan dgn sesama penyebutnya agar pembilangnya bisa ditemukan.

3. Jika pecahan satu sama lain bersepakat (الـمتوافقة ) maka ashlul masalahnya dikalikan saja agar bisa dibagi dgn yg lain. Misalnya; 1/6 dan 1/8, maka ashlul masalahnya yaitu 24.

4. Jika pecahan satu sama lain kontradiksi (المباينة), maka ashlul masalahnya dikalikan dgn angka lainnya yg bisa dibagi dngan angka yg lain. Misalnya:  2/3 dan ¼, maka ashlul mas’alahnya yaitu 12, didapat dari 4 x 3 .12 bisa dibagi 4, 3 dan 2.

Ashlul masalah mendasar bisa memilih salah satu dari angka 2, 3, 4, 6, 8, 12, 24 utk dijadikan angka pedoman atau pertimbangan karena diantara angka-angka tersebut bisa dibagi dgn pecahan suku-suku bagian ahli waris dgn hasil angka bulat.

✔ Cara Menghitung Pembagian Harta Warisan

Cara Menghitung Pembagian Harta Warisan ada 3, yaitu:

1. Dengan cara menyebutkan pembagian masing-masing ahli waris sesuai dengan ashlul masalahnya, lalu dihitung bagiannya.

Contoh:

Muwarrits meninggalkan harta Rp. 120.000.000 dan meninggalkan ahli waris: 

- isteri, 
- ibu dan 
- paman. 

Maka ashlul masalahnya yaitu 12, karena isteri mendapatkan 1/4, ibu mendapatkan 1/3. , dan paman dapat Ashobah.

Kemudian tirkah yg 120.000.000 itu dibagi ashlul masalah yakni 12. Maka didapati 10.000.00. Lalu dikalikan dengn bagian masing" pewaris sesuai hasil perhitungan.

– Istri mendapatkan ¼ dari 12 = 3, sehingga ¼ dari 120.000.000 = 30.000.000. Atau 3 × 10.000.000 = 30.000.000.

– Ibu mendapatkan 1/3 dari 12 = 4, maka 1/3 dari 120.000.000 = 40.000.000. Atau 4 × 10.000.000 = 40.000.000.

– Paman menjadi Ashabah, mendapatkan sisa yaitu 5, maka 120.000.000 – 30.000.000 – 40.000.000 = 50.000.000. Atau 5 × 10.000.000 = 50.000.000.

2. Dengn cara mengalikan bagian setiap ahli waris dgn jumlah harta waris, kemudian dibagi hasilnya dengan ashlul mas’alah, maka akan ditemukan bagiannya. 

Contoh kasus seperti di atas.

Cara membaginya sbb:

– Isteri mendapatkan 3 x 120.000.000 = 360.000.000 : 12 = 30.000.000

– Ibu mendapatkan 4 x 120.000.000= 480.000.000 : 12 = 40.000.000
– Paman mendapatkan 5 x 120.000.000 = 600.000.000 : 12 = 50.000.000

3. Dengan cara membagi jumlah harta waris dengan ashlul mas’alah, lalu hasilnya dikalikan dgn bagian ahli waris, maka akan ditemukan hasilnya.

Contoh seperti di atas.

Cara membaginya sbb:

- Istri, bagiannya 120.000.000 : 12 = 10.000.000 x 3 (1/4 dari 12) = 30.000.000

- Ibu, bagiannya 120.000.000 : 12 = 10.000.000 x 4 (1/3 dari 12) = 40.000.000

- Paman, bagiannya 120.000.000 : 12 = 10.000.000 x 5 (sisa) = 50.000.000

✔ Cara Menghitung Pembagian Warisan Jika Ada Perbedaan Suku Bagian Dengan Ashlul Masalah

1. Jika bagian tertentu telah dibagikan kepada yang berhak dan tidak ada ashabah, ternyata harta waris masih tersisa, maka sisa tersebut dikembalikan kepda ahli waris selain suami dan isteri.

Contohnya: 

Muwarrits meninggalkan suami dan seorang anak perempuan, maka ashlul masalahnya 4, yaitu suami mendapat ¼ = 1, dan anak perempuan mendapatkan ½ = 2. Adapun sisanya yaitu 1 diberikan kepada anak perempuan

2. Jika suku bagian ahli waris (siham) melebihi ashlul mas’alah, hendaknya ditambah (aul).

Contohnya

Muwarrits meninggalkan suami dan 2 saudari selain ibu. Suami mendapatkan ½ dan saduari 2/3, ashlul mas’alahnya 6, dan tentu kurang, karena suami mendapatkan 3, dan saudari mendapatkan 4, maka ashlul mas’alah ditambah 1, sehingga menjadi 7.

3. Jika suku bagian ahli waris (siham) kurang dari ashlul mas’alahnya, maka dikembalikan kepada ahli warisnya selain suami dan isteri. Kasus ini disebut : Radd.

Contohnya : 

Muwarrits meninggalkan isteri dan seorang anak perempuan. Isteri mendapatkan 1/8, 1 anak perempuan mendapatkan ½, ashlul mas’alahnya 8, yaitu isteri =1, satu anak perempuan = 4 + sisa 3 = 7

4. Jika suku bagian ahli waris (siham) sama pembagiannya dengan ashlul mas’alahnya dinamakkan (Al-'Adalah).

Contohnya:

Muwarrits meninggalkan suami dan satu saudara perempuan. Suami mendapatkan ½, dan seorang saudara perempuan mendapatkan ½, ashlul mas’alahnya 2, yaitu suami = 1, dan seorang saudarinya = 1

Jika pada waktu pembagian ada anggota keluarga lainnya yg bukan ahli waris ikut hadir, seperti bibi atau anak yatim, faqir miskin, maka hendaknya diberi hadiah walaupun sedikit.

وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا

“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik”. [An-Nisa : 8]

Keterangan:

- Ashabah yaitu sisa pembagian harta warisan yg telah dibagikan ke Ashabul Furudh.

- Ashabul Furudh adalah pewaris yg berhak mendapatkan bagian warisan.

- Furudhul Mas'alah adalah suku bagian yg didapatkan oleh ahli waris yg nantinya dijadikan patokan perhitungan harta warisan setelah ditemukan hasil angka bulat.

- Dalil terkait:

يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah : “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah, (yaitu) jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan…” [An-Nisa : 176]

Sebab turun ayat ini, sebagaimana diceritakan oleh sahabat Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu bahwa dia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan dengan harta yang kutinggalkan ini”? Lalu turunlah ayat An-Nisa ayat 11. Lihat Fathul Baari 8/91, Shahih Muslim 3/1235, An-Nasa’i Fil Kubra 6/320

Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu berkata, datang isteri Sa’ad bin Ar-Rabi’ kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa dua putri Sa’ad. Dia (isteri Sa’ad) bertanya :”Wahai Rasulullah, ini dua putri Sa’ad bin Ar-Rabi. Ayahnya telah meninggal dunia ikut perang bersamamu pada waktu perang Uhud, sedangkan pamannya mengambil semua hartanya, dan tidak sedikit pun menyisakan untuk dua putrinya. Keduanya belum menikah….”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allahlah yang akan memutuskan perkara ini”. Lalu turunlah ayat waris.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil paman anak ini, sambil bersabda : “Bagikan kepada dua putri Sa’ad dua pertiga bagian, dan ibunya seperdelapan Sedangkan sisanya untuk engkau”[Hadits Riwayat Ahmad, 3/352, Abu Dawud 3/314, Tuhwatul Ahwadzi 6/267, dan Ibnu Majah 2/908,Al-Hakim 4/333,Al-Baihaqi 6/229. Dihasankan oleh Al-Albani. Lihat Irwa 6/122]

Berdasarkan keterangan di atas, jelaslah, bahwa yang berwenang dan berhak membagi waris, tidak lain hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan Allah mempertegas dengan firmanNya فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ (ini adalah ketetapan dari Allah), dan firmanNya تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ (itu adalah ketentuan Allah). Lihat surat An Nisa` ayat 11,13 dan 176.

لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا

“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan” [An-Nisa : 7]

Dalil pembagian harta waris secara terperinci dapat dibaca dalam surat An-Nisa ayat 11-13 dan 176.

Keterangan lainnya ada di judul yg relevan.

Catatan:

- Keterangan lain tentang ahli waris dan haknya ada di judul yg relevan pada Label #MUAMALAH By Pengetahuan Dasar Islam (Pengdais).
tags: #pengetahuan, #islam, #muamalah, #faraidh, #warisan #tirkah, #hujub, #mahjub

28 October 2019

pengetahuan dasar islam > muamalah > faraid > pewaris mahjub
(meliputi: pengertian, jenis, keterangan dən contoh pewaris mahjub)

PEWARIS MAHJUB YANG TERHALANG MENDAPATKAN WARISAN BESERTA CONTOHNYA

Pewaris Mahjub yaitu pewaris yg terhalang utk mendapatkan harta warisan. Menurut istilah para ulama ilmu Faraid, halangan/pengguguran hak ahlli waris utk mendapatkan harta warisan disebut Al-Hujub. Sdgkn yg terhalang adalah disebut Mahjub.

Halangan ini bisa berdampak sebagian saja yg disebabkan oleh adanya penghalang yg lebih berhak  menerimanya atau (al-hajib) yakni orang yg lebih dekat kepada si mayit secara kekeluargaan, atau keseluruhannya, yakni karena sebab lain yg ditetapkan oleh aturan syariat Islam sebagaimana akan diperinci di bawah nanti.

Macam-macam Al-Hujub

Al-hujub ada 2, yaitu:

1. Al-hujub bil washfi (karena sifat)
2. Al-hujub bisy-syakhshi (karena orang lain).

Al-hujub bil washfi adalah orang yg terkena hujub (mahjub) utk mendapatkan hak waris secara keseluruhan, misalnya orang yang membunuh pewarisnya, yakni si mayit atau murtad. Maka hak waris mereka menjadi gugur atau terhalang.

Adapun Al-hujub bisy-syakhshi yaitu gugurnya hak waris seseorang dikarenakan adanya orang lain yg lebih berhak untuk menerimanya.

Al-hujub bisy-syakhshi ada 2, yaitu:

1. Hujub Hirman

Hujub hirman yaitu penghalang yg menggugurkan seluruh hak waris seseorang. Contonya:
- terhalangnya hak waris seorang kakek karena adanya ayah,
- terhalangnya hak waris cucu karena adanya anak,
- terhalangnya hak waris saudara seayah karena adanya saudara kandung,
- terhalangnya hak waris seorang nenek karena adanya ibu,
- dan lainnya.

2. Hujub Nuqshan

Hujub nuqshan yaitu halangan terhadap hak waris seseorang utk mendapatkan bagian yg banyak. Dengan kata lain, warisan mereka akan berkurang karena adanya ahli waris terdekat. Contonya:
- halangan terhadap hak waris ibu yang seharusnya mendapatkan 1/3 menjadi 1/6 disebabkan pewaris mempunyai keturunan (anak).
- halangan terhadap seorang suami yg seharusnya mendapatkan 1/2 menjadi 1/4 disebabkan pewaris mempunyai keturunan (anak).
- halangan terhadap istri dari yg seharusnya mendapatkan 1/4 menjadi 1/8 karena pewaris mempunyai anak,
- dan lainnya.

Ahli Waris yang Tidak Dapat Terkena Hujub Hirman

Ahli waris yg tidak mungkin terkena hujub hirman ada 6, yaitu:

1. anak kandung laki-laki,
2. anak kandung perempuan,
3. ayah,
4. ibu,
5. suami,
6. istri.

Dalam referensi lain disebutkan 5, karena menggabungkan anak laki2 & perempuan. 

Mereka akan tetap mendapatkan hak waris, walaupun terkadang pendapatnya menjadi berkurang karena adanya kerabat terdekat. Bila orang yang mati meninggalkan salah satu atau bahkan keenamnya, maka semuanya harus mendapatkan warisan.

Ahli Waris yang Dapat Terkena Hujub Hirman

Ahli Waris yang Dapat Terkena Hujub Hirman dari kalangan laki2 ada 11 yaitu:

1. Kakek (bapak dari ayah) akan terhalang oleh adanya ayah, dan oleh kakek yg lebih dekat dng pewaris.
2. Saudara kandung laki-laki akan terhalang oleh adanya ayah, dan keturunan laki-laki yakni: anak, cucu, cicit, dan seterusnya.
3. Saudara laki-laki seayah akan terhalang dengan adanya saudara kandung laki-laki, juga terhalang oleh saudara kandung perempuan yang menjadi ‘ashabah ma’al Ghair, dan terhalang dng adanya ayah serta keturunan laki-laki yakni: anak, cucu, cicit, dan seterusnya.
4. Saudara laki-laki seibu akan terhalangi oleh pokok (ayah, kakek, dan seterusnya) dan juga oleh cabang (anak, cucu, cicit, dan seterusnya) baik anak laki-laki maupun anak perempuan.
5. Cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, akan terhalangi oleh adanya anak laki-laki. Demikian juga para cucu akan terhalangi oleh cucu yang paling dekat (lebih dekat).
6. Keponakan laki-laki (anak saudara kandung laki-laki) akan terhalangi dengan adanya ayah dan kakek, anak laki-laki, cucu kandung laki-laki, serta oleh saudara laki-laki seayah.
7. Keponakan laki-laki (anak dari saudara laki-laki seayah) akan terhalangi dengan adanya orang-orang yang menghalangi keponakan (dari anak saudara kandung laki-laki), ditambah dengan adanya keponakan (anak laki-laki dari keturunan saudara kandung laki-laki).
8. Paman kandung (saudara laki-laki ayah) akan terhalangi oleh adanya anak laki-laki dari saudara laki-laki, juga terhalangi oleh adanya sosok yang menghalangi keponakan laki-laki dari saudara laki-laki seayah.
9.. Paman seayah akan terhalangi dengan adanya sosok yang menghalangi paman kandung, dan juga dengan adanya paman kandung.
10. Sepupu kandung laki-laki (anak paman kandung) akan terhalangi oleh adanya paman seayah, dan juga oleh sosok yang menghalangi paman seayah.
11. Sepupu laki-laki (anak paman seayah) akan terhalangi dengan adanya sepupu laki-laki (anak paman kandung) dan dengan adanya sosok yang menghalangi sepupu laki-laki (anak paman kandung).

Ahli Waris yang Dapat Terkena Hujub Hirman dari kalangan perempuan ada 5, yaitu:

1. Nenek (baik ibu dari ibu ataupun dari bapak) akan terhalangi dng adanya ibu.
2. Cucu perempuan (keturunan anak laki-laki) akan terhalang oleh adanya anak laki-laki, baik cucu itu hanya seorang ataupun lebih. Selain itu, juga akan terhalangi oleh adanya dua orang anak perempuan atau lebih, kecuali jika ada ‘ashabah.
3. Saudara kandung perempuan akan terhalangi oleh adanya ayah, anak, cucu, cicit, dan seterusnya (semuanya laki-laki).
4. Saudara perempuan seayah akan terhalangi dengan adanya saudara kandung perempuan jika ia menjadi ‘ashabah ma’al ghair. Selain itu, juga terhalang oleh adanya ayah dan keturunan (anak, cucu, cicit, dan seterusnya, khusus kalangan laki-laki) serta terhalang oleh adanya dua orang saudara kandung perempuan bila keduanya menyempurnakan bagian dua per tiga (2/3), kecuali bila adanya ‘ashabah.
5. Saudara perempuan seibu akan terhalangi oleh adanya sosok laki-laki (ayah, kakek, dan seterusnya) juga oleh adanya cabang (anak, cucu, cicit, dan seterusnya) baik laki-laki ataupun perempuan.

Keterangan:

- Saudara Laki-laki yang Berkah
Apabila anak perempuan telah sempurna mendapat bagian dua per tiga (2/3), gugurlah hak waris cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, kecuali bila ia mempunyai saudara laki-laki (yakni cucu laki-laki keturunan anak laki-laki) yang sederajat ataupun yg lebih rendah dari derajat cucu perempuan, maka cucu laki-laki dapat menarik cucu perempuan itu sebagai ‘ashabah, yg sebelumnya tidak mendapatkan fardh. Oleh karena itu disebut pembawa berkah.

Dalam ilmu faraid disebut sebagai kerabat berkah atau saudara laki-laki yg berkah. Disebut demikian karena tanpa cucu laki-laki, cucu perempuan tidak akan mendapat warisan.

Kemudian, apabila saudara kandung perempuan telah sempurna mendapat bagian dua per tiga (2/3), maka gugurlah hak waris para saudara perempuan seayah, kecuali bila ada saudara laki-laki seayah. Sebab saudara laki-laki seayah itu akan menggandengnya menjadi ‘ashabah.

Hal seperti ini dinamakan sebagai saudara yang berkah juga, sebab tanpa keberadaannya maka para saudara kandung perempuan itu tidak akan menerima hak waris mereka.

- Saudara Laki-laki yang Merugikan
yaitu yg keberadaannya menyebabkan ahli waris dari kalangan wanita tidak mendapatkan warisan. Padahal, apabila saudara laki-laki itu tidak ada, ahli waris wanita itu akan mendapatkan waris.

Contoh 1:

Seorang wanita meninggal dunia dan meninggalkan suami, ibu, bapak, anak perempuan, dan cucu perempuan dari anak laki-laki.

Maka pembagiannya seperti berikut:
- suami seperempat (1/4) bagian, ibu seperenam (1/6) bagian,
- ayah juga seperenam (1/6) bagian,
- anak perempuan setengah, dan
- cucu perempuan keturunan anak laki-laki mendapat bagian seperenam (1/6) sebagai penyempurna saham dua per tiga (2/3) karena merupakan bagian wanita.

Seandainya dalam keadaan ini terdapat cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, maka gugurlah hak cucu perempuan tersebut. Oleh sebab itu, keberadaan saudara laki-laki dari cucu perempuan keturunan anak laki-laki itu merugikannya. Inilah sebabnya ulama faraid memberi istilah “saudara laki-laki yang merugikan” terhadap mereka

Contoh 2:

Seorang wanita meninggal dunia dan meninggalkan suami, ibu, ayah, anak perempuan, serta cucu laki-laki dan perempuan dari keturunan anak laki-laki.

Maka pembagiannya seperti berikut:
- suami memperoleh seperempat (1/4) bagian karena istri mempunyai anak (keturunan),
- ibu seperenam (1/6) bagian,
- ayah seperenam (1/6) bagian, dan
- anak perempuan mendapat setengah (1/2) bagian karena tidak ada pen-ta’shih, sedangkan cucu laki-laki dan perempuan tidak mendapat bagian.

Itulah contoh tentang saudara laki-laki yang merugikan. Contoh pertama tidak merugikan karena memang tidak ada cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, sehingga cucu perempuan keturunan anak laki-laki mendapat bagian seperenam (1/6) sebagai penyempurna bagian (2/3).

Sedangkan dalam contoh kedua, cucu perempuan dirugikan ( tidak mendapat warisan ) karena ia mempunyai saudara laki-laki yg sederajat, yakni adanya cucu laki-laki keturunan dari anak laki-laki.

Sebaliknya, misalnya posisi cucu perempuan keturunan anak laki-laki diganti dng saudara perempuan seayah dan posisi cucu laki-laki keturunan anak laki-laki diganti dengan saudara laki-laki seayah. Maka, saudara perempuan seayah akan mendapat waris bila tidak mempunyai saudara laki-laki seayah yang masih hidup. Namun, bila mempunyai saudara laki-laki seayah, maka saudara perempuan seayah tidak mendapat bagian apa-apa.

- Menurut ketentuan yg disepakati ulama ahli faraid, pembagian harta waris dimulai dengan ashhabul furudh, kemudian baru kepada para ‘ashabah, sebagaimana hadits Rasulullah saw. (artinya): “Berikanlah hak waris kepada ashhabul furudh, dan sisanya diberikan kepada kerabat laki-laki yang lebih dekat.”

Dalam masalah ini terkadang terjadi sesuatu yg seakan bertentangan atau menyimpang dari kaidah aslinya. Masalah ini dikenal juga dengan istilah “ musytarakah” (serikat).

Contohnya:

Seorang wanita wafat dan meninggalkan seorang suami, ibu, dua saudara laki-laki seibu (atau lebih dari dua orang), dan dua orang saudara kandung laki-laki (atau lebih dari dua orang).

Pembagiannya adalah sebagaimana berikut:

- suami mendapat setengah (1/2) bagian dikarenakan pewaris tidak mempunyai anak secara fardh,
- ibu mendapat seperenam (1/6) bagian disebabkan pewaris mempunyai dua orang saudara laki-laki atau lebih, dan
- dua orang saudara seibu mendapat bagian sepertiga (1/3).
- saudara kandung laki-laki tidak mendapatkan bagian karena ia sebagai ‘ashabah, dan harta waris yang dibagikan telah habis.

Berdasarkan kaidah asalnya, saudara kandung laki-laki sebenamya memiliki kekerabatan lebih kuat dibandingkan saudara laki-laki seibu, tetapi pada keadaan ini justru terjadi sebaliknya.

Penyelesaian masalah:

Karena masalah ini merupakan kasus serikat, dan seakan menyimpang dari kaidah aslinya, juga karena para sahabat, tabi’in, serta para imam mujtahidin dalam contoh kasus seperti ini menyatakan bahwa saudara kandung laki-laki disamakan dengan saudara laki-laki yg seibu, sehingga mereka mendapat sepertiga (1/3) bagian dan dibagikan secara rata di antara mereka (termasuk saudara kandung laki-laki).

Masalah ini juga menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat di kalangan ulama, sejak masa para sahabat, tabi’in, dan imam mujtahidin.

Perbedaan Pendapat Para Fuqaha

Dalam masalah musytarakah (serikat) ini ada 2 pendapat yg masyhur dalam hal membagi hak waris sebagaimana contoh masalah tersebut.

- Pendapat pertama menyatakan bahwa hak waris saudara kandung digugurkan sebagaimana mengikuti kaidah yang ada. Pendapat ini pernah dilakukan oleh Abu Bakar, Ali, Ibnu Abbas, dan lainnya.

- Pendapat kedua menyatakan bahwa hak waris pada saudara kandung serikatkan dng hak waris para saudara laki-laki seibu. Pendapat ini dilakukan oleh Zaid bin Tsabit, Utsman, Ibnu Mas’ud, dan lainnya. Pendapat pertama dianut dan diikuti oleh mazhab Hanafi dan Hambali, sedangkan pendapat yang kedua diikuti dan dianut oleh mazhab Maliki dan Syafi’i.

Masalah ini di kalangan ulama faraid juga dikenal dng sebutan “umariyah”, karena Sayyidina Umar bin Khathab pernah menetapkan masalah ini. Masalah ini juga pernah dikenal dng sebutan Himariyah, Hajariyah, dan Yammiyah.

Suatu riwayat menyebutkan bahwa masalah musytarakah ini pernah diajukan ke hadapan Umar bin Khathab r.a.. Umar baru pertama kali menjumpai kasus seperti ini dan memutuskan bahwa saudara kandung tidak mendapat bagian hak waris sedikit pun.

Pada tahun berikutnya, masalah ini diajukan kembali kepadanya. Ketika ia hendak memutuskan seperti tahun sebelumnya, maka salah seorang ahli warisnya berkata: “Wahai Amirul Mukminin, sungguh mustahil bila ayah kami dianggap keledai atau batu yang terbuang di sungai. Bukankah kami ini anak dari seorang ibu?” Umar menyimak perkataan orang itu dan berfikir bahwa apa yang diucapkannya benar dan tepat. Maka ia menetapkan dng memberi hak kepada mereka (saudara seibu dan saudara sekandung) secara serikat dan dibagi sama rata.

Persyaratan Musyarakah:

✔ Jumlah saudara seibu dua orang atau lebih, baik laki-laki atau perempuan.
✔ Saudara yang ada benar-benar saudara kandung, sebab bila saudara seayah maka gugurlah haknya secara ijma’. Dalam hal ini tidak berbeda apakah hanya satu orang atau banyak.
✔ Saudara kandung itu harus saudara laki-laki. Sebab bila perempuan, maka akan mewarisi secara fardh, dan masalahnya pun akan naik, serta kekolektifan ini akan batal.

- Beberapa Kaidah Penting

Hak waris banul a’yan (saudara kandung laki-laki/perempuan), dan banul ‘allat (saudara laki-laki/perempuan seayah), serta banul akhyaf (saudara laki-laki/perempuan seibu) akan gugur (terhalangi) oleh adanya anak laki-laki pewaris, cucu laki-laki (keturunan anak laki-laki), dan ayah. Hal ini merupakan kesepakatan seluruh ulama.

Menurut mazhab Abu Hanifah hak mereka juga digugurkan oleh adanya kakek pewaris. Sedangkan menurut ketiga imam mazhab yg lain tidaklah demikian. Masih menurut mazhab Hanafi, hak waris banul akhyaf digugurkan dengan adanya anak perempuan pewaris, cucu perempuan keturunan anak laki-laki pewaris, dan seterusnya.

Kaidah yang lain ialah bahwa banul akhyaf mendapatkan pembagian hak waris secara rata antara yg laki-laki dan yg perempuan. Hal ini berdasarkan firman Allah (artinya) “mereka bersekutu dalam yang sepertiga.”

Keterangan:

- Keterangan lain tentang ahli waris dan haknya ada dijudul yg relevan pada Label #MUAMALAH By Pengetahuan Dasar Islam (Pengdais).

- tags: #pengetahuan, #islam, #muamalah, #faraidh, #warisan #tirkah, #ashlul mas'alah #hujub, #mahjub

08 October 2019

INILAH HARTA WARISAN YANG HARUS DAN TIDAK BOLEH DIWARISKAN BERDASARKAN SYARIAT ISLAM
by: pengetahuan dasar islam
pengdais.blogspot.com

HARTA WARISAN YANG HARUS DAN TIDAK BOLEH DIWARISKAN

Harta warisan adalah semua harta peninggalan dan hak yg menjadi milik si mayit (almarhuma/ah). Harta warisan disebut Tirkah.

Di dalam Islam, ilmu pengetahuan tentang ini dinamakan Ilmu Faraidh. Di situs ini dikategorikan ke Label MUAMALAH karena kedekatannya dngn praktek pelaksanaan muamalah dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam hal pembagian harta warisan  ada jenis harta yg harus diwariskan dan ada yg tak boleh diwariskan. Penjelasannya sebagaimana di bawah. Baiklah.

✔ Jenis Harta yg Harus Diwariskan

1. Harta yg ia peroleh selama hidupnya
2. Haknya yg ada pada orang lain,
3. Uang yang dihutang orang lain
4. Barang yang dihutang orang lain
5. Gajinya yg belum diterima,
6. Barangnya yg digadaikan atau disewakan,
7. Barang baru yang diperoleh sebab meninggalnya, seperti: jasa raharja kecelakaan, santunan perusahaan/kantor, uang ganti rugi, dll.

✔ Hal-Hal yg Perlu Diperhatikan Sebelum Harta Diwariskan

1. Biaya perawatan jenazah
2. Menyelesaikan hak-hak yg berhubungan dng Harta Waris.
3. Membayarkan hutangnya
4. Menunaikan Wasiatnya.

✔ Harta yg Tidak Boleh Diwariskan

1. Peralatan tidur  dan peralatan yang khusus bagi dirinya,
2. Harta yang telah diwakafkan
3. Barang haram, dzatnya atau karena cara memperolehnya.

Keterangan:

- Wasiat ini tidak boleh melebihi sepertiga dari total harta warisan, peninggalan mayit. An-Nisa ayat 12.

- Barang haram seperti barang curian, hendaknya dikembalikan kepada pemiliknya, atau diserahkan kepada yang berwajib atau keperluan pembangunan sarana umum.

- Keterangan lain tentang harta warisan dan haknya ada dijudul yg relevan pada Label #MUAMALAH By Pengetahuan Dasar Islam (Pengdais).
tags: #pengetahuan, #islam, #muamalah, #faraidh, #warisan #tirkah, #hujub, #mahjub

03 October 2019


Inilah penjelasan singkat tentang pembagian harta warisan atau harta peninggalan almarhum[ah]. Ini mencakup para pewaris dan syaratnya sesuai aturan hukum muamalah syariat Islam.

◾ AHLI WARIS

✔ Ahli waris (pewaris) dari golongan laki-laki ada 15 (lima belas), yaitu:

1. Anak lelaki
2. Cucu lelaki dari anak lelaki, dan seterusnya dari keturunannya yang lelaki
3. Bapak
4. Kakek (dari pihak bapak) dan ke atasnya dari jalur lelaki
5. Suami
6. Saudara lelaki sekandung
7. Saudara lelaki sebapak
8. Saudara lelaki seibu
9. Anak lelaki dari saudara lelaki sekandung (keponakan), dan seterusnya dari keturunannya yang lelaki
10. Anak lelaki dari saudara lelaki sebapak (keponakan), dan seterusnya dari keturunannya yang lelaki
11. Paman (saudara bapak sekandung)
12. Paman (saudara bapak sebapak)
13. Anak lelaki dari paman/saudara bapak sekandung (sepupu), dan seterusnya dari keturunannya yang lelaki
14. Anak lelaki dari paman/saudara bapak sebapak (sepupu), dan seterusnya dari keturunannya yang lelaki
15. Seorang lelaki yang membebaskan budak (mu’tiq), dan ashabah-nya dari jenis ‘ashabah bin-nafsi.

✔ Ahli waris (pewaris) dari golongan perempuan ada 11 (sebelas), yaitu:

1. Ibu
2. Anak perempuan
3. Cucu perempuan dari anak lelaki, dan seterusnya dari keturunan perempuan yang melalui jalur lelaki
4. Nenek dari pihak ibu, dan ke atasnya dari jenis perempuan
5. Nenek dari pihak bapak
6. Ibunya kakek dari pihak bapak (buyut perempuan)
7. Saudara perempuan sekandung
8. Saudara perempuan sebapak
9. Saudara perempuan seibu
10. Istri, walaupun lebih dari satu
11. Seorang perempuan yang membebaskan budak (mu’tiqah).

✔ Orang yang tidak gugur hak warisnya dalam keadaan bagaimanapun ada 5 (lima), yaitu:

1. Suami
2. Isteri
3. Ayah
4. Ibu
5. Anak kandung laki-laki dan perempuan

✔ Orang yang tidak berhak menerima warisan (peninggalan mayit) dalam keadaan bagaimanapun ada 7 (tujuh), yaitu:

1. Hamba sahaya (budak) baik laki-laki atau perempuan
2. Hamba sahaya mudabbar (yaitu budak yang disanggupi akan dimerdekakan bila tuannya telah meninggal dunia)
3. Ummul walad yaitu hamba sahaya perempuan yang mempunyai anak dari tuannya
4. Hamba sahaya mukatab yaitu hamba sahaya yang sedang mengangsur / mencicil penebusan dirinya untuk merdeka
5. Pembunuh si mayit
6. Orang murtad (keluar dari Islam)
7. Pemeluk dua agama yang berlainan (misalnya, muslim dan nasrani, yang satu tidak berhak mewarisi yang lain)

✔ Ashabah (penerima bagian waris tidak tetap) tergantung urutan terdekat kepada si mayit, adalah:

1. Anak laki-laki. Kemudian:
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki.
3. Ayah.
4. Kakek.
5. Saudara kandung (seayah dan seibu).
6. Saudara seayah.
7. Keponakan (putera saudara kandung (seayah seibu) .
8. Keponakan (putera saudara seayah)
9. Paman (saudara ayah) menurut urutan di atas.
10. Sepupu (putera paman)

*) Apabila semua ahli waris ashabah tersebut tidak ada (susah meninggal), maka pemilik hamba sahaya (laki-laki/perempuan) adalah yang yang telah memerdekakan mayit itu yang menerima warisan ashabah. 

◾ BAGIAN TETAP DALAM WARISAN 

✔ Bagian tetap yang disebut dalam Al Quran ada 6 (enam), yaitu:

1. 1/2 (setengah)
2. 1/4 (seperempat).
3. 1/8 (seperdelapan)
4. 2/3 (dua pertiga).
5. 1/3 (sepertiga).
6. 1/6 (seperenam).

✔ Ahli Waris yg berhak mendapatkan 1/2 (setengah) ada 5 golongan, yaitu:

1. Anak perempuan.
2. Cucu perempuan (dari anak laki-laki).
3. Saudara perempuan kandung (seaya seibu)
4. Saudara perempuan seayah.
5. Suami, jika tak ada anak laki-laki atau anak perempuan si mayit.

✔ Ahli Waris yg berhak mendapatkan 1/4 (seperempat)  ada 2 golongan, yaitu:

1. Suami, jika ada anak laki-laki/perempuan atau bersama cucu laki-laki/perempuan dari anak laki-laki.
2. Isteri, jika tidak ada anak laki-laki/perempuan atau cucu laki-laki/perempuan dari anak laki-laki si mayit.

✔ Ahli Waris yg berhak mendapatkan 1/8 (seperdelapan)  ada 1 golongan, yaitu:

- Isteri, jika ada anak (laki-laki/perempuan) atau cucu laki-laki/perempuan dari anak laki-laki si mayit.

✔ Ahli Waris yg berhak mendapatkan 2/3 (dua pertiga)  ada 4 golongan, yaitu:

1. Dua orang anak perempuan atau lebih.
2. Dua orang cucu perempuan (dari anak laki-laki) atau lebih.
3. Dua orang saudari perempuan seayah seibu (sekandung) atau lebh.
4. Dua orang saudari perempuan kandung (seayah seibu).

✔ Ahli Waris yg berhak mendapatkan 1/3 (sepertiga) ada 2 golongan, yaitu:

1. Ibu, jika tidak ada anak (laki-laki/perempuan) atau cucu (laki-laki / perempuan dari anak laki-laki); atau yang beserta dua orang atau lebih saudara laki-laki / perempuan si mayit)
2. Dua orang atau lebih saudara laki-laki dan perempuan seibu. 

✔ Ahli Waris yg berhak mendapatkan 1/6 (seperenam) ada 7 golongan, yaitu:

1. Ibu, jika ada anak (laki-laki/perempuan) atau cucu (laki-laki / perempuan dari anak laki-laki); atau yang beserta dua orang atau lebih saudara laki-laki / perempuan si mayit. 
2. Nenek (satu atau lebih), jika tidak ada ibu si mayit.
3. Cucu perempuan (dari anak laki-laki), jika ada anak perempuan si mayit
4. Saudara perempuan seayah, jika ada saudara perempuan seayah seibu.
5. Ayah, jika ada anak laki-laki/perempuan si mayit atau yang beserta cucu laki-laki / perempuan dari anak laki-laki si mayit.
6. Kakek, jika tidak ada ayah si mayit.
7. Saudara laki-laki / saudara perempuan seibu. 

Catatan:

- Keterangan lain tentang ahli waris dan haknya ada dijudul yg relevan pada Label #MUAMALAH By Pengetahuan Dasar Islam (Pengdais).
tags: #pengetahuan, #islam, #muamalah, #faraidh, #warisan #tirkah, #hujub, #mahjub