Inilah pengetahuan tentang 3 Golongan Keyakinan Akidah di dalam Islam. 3 theologi tersebut perlu kita ketahui karena sampai saat ini, ketiga2nya masih dianut oleh orang Islam di berbagai penjuru dunia. Satu diantaranya, dianut oleh sebagian besar orang Islam Indonesia. Apa saja 3 golongan itu? Adakah hubungannya dengan iman? Bagaimana penjelasannya? Seperti apa contohnya? Mari kita pelajari bersama!
Ada tiga golongan keyakinan yg diyakini sebagai theologi akidah. Untuk menyikapi keyakinan tersebut alangkah lebih mudahnya jika dikaitkan dengan iman, khususnya rukun iman ke 6, tepatnya masalah takdir. Dalam prakteknya, 3 golongan theologi tersebut mempunyai ciri khas tertentu, baik dari segi kebiasaan perkataan yg sering diucapkan atau dari segi sikap dan tindakan yg biasa diperbuat. Untuk lebih jelasnya, mari kita ketahui satu persatu.
Golongan Jabariyah adalah golongan orang yang menyerahkan segala sesuatunya pada takdir Allah. Golongan berpaham Jabariyyah ini hanya peduli pada Dzul Asbab (pemberi sebab), bukan pada Sabab (penyebab). Mereka yakin hanya pada Allah, tapi tidak yakin pada Sunatullah. Kecenderungan golongan ini adalah mengesampingkan bahkan meniadakan usaha dan ikhtiar insaniyah.
Sikap golongan ini selalu menganggap bahwa segala sesuatu hanya datang dari Allah SWT., sehingga mereka tidak mau perduli dngan usaha syariat apapun utk mendapatkannya ataupun menghindarinya.
Mereka beranggapan, kalaulah mereka mendapatkan suatu nikmat, itu memang takdir dari Allah. Kalaupun nikmat itu datag disebabkan usaha seseorag, itu pun juga sudah takdir dari Allah. Mereka menafikan jerih payah seseorang, sehingga tidak ada ungkapan rasa terima kasih atas jasa orang lain yg menjadi perantara sampainya suatu nikmat kepadanya. Yang ada hanya ungkapan Alhamdulillah (Segala puji hanya milik Allah).
Mereka juga beranggapan, sekiranya mereka terkena suatu musibah, itu memang takdir dari Allah. Kalaupun meninggal dunia karenanya, itu juga sudah takdir dari Allah. Apabila mereka selamat dari musibah tersebut, itu pun juga sudah takdir dari Allah. Mereka tak peduli alat keselamatan, tak peduli alat pencegahan, dan tak peduli orang lain, mereka hanya peduli atas keyakinan mereka itu saja.
Contoh ucapannya, misalnya: “Apapun yang terjadi adalah takdir Allah. Suka dan duka adalah takdirNya." Dengan demikian mereka hanya pasrah menjalani kehidupan ini. Tidak ada upaya apapun dari mereka kecuali bersikukuh dengn keyakinan itu.
Atau mereka berkata: "Kami hanya takut kepada Allah, tidak takut musibah atau penyakit! Itu semua kehendak Allah." Sehingga mereka hanya pasrah menghadapi kemungkinan yg akan terjadi. Tidak ada upaya apapun dari mereka kecuali bersikukuh dengn keyakinan itu.
Golongan ini hanya peduli pada keyakinan mereka sendiri, tanpa memperdulikan dampak yang bisa saja berakibat kepada orang lain di luar golongan mereka.
Golongan Qadariyah adalah golongan orang yang meyakini segala sesuatu terjadi karena usahanya sendiri. Golongan berpaham Qadariyyah ini hanya peduli pada Asbab (penyebab), bukan pada Dzul Asbab (pemberi sebab). Mereka yakin hanya pada kemampuannya, tapi tidak yakin pada Allah. Golongan ini sepenuhnya yakin pada kekuatan dirinya sendiri, tanpa melibatkan kekuatan Allah Subhanahuwata'ala.
Cara berpikir kelompok theologi ini seringkali mengandalkan kemampuan diri sendiri atau orang lain yang dianggapnya kuat atau kemampuan seorang pemimpin yg mempunyai kekuasaan.
Mereka juga berkeyakinan pada kekuatan dan kecanggihan peralatan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga akhirnya, mereka menafikan qudrah iradah Allah Subhanahuwata'ala dalam setiap peristiwa yg terjadi.
Contoh ungkapan yg sering mereka ucapkan, misalnya: "Kami tidak takut musuh. Ayo kita lawan musuh. Kita punya tentara hebat. Peralatan kita canggih. Kita tak akan terkalah oleh musuh!" dsb.
Golongan paham ini seringkali lebih mengandalkan logika dan rasio, ketimbang keyakinan hati dan iman. Semua dinilai berdasarkan materialistis dan realistis.
Ketiga: Ahlussunnah Waljama'ah
Golongan Ahlussunnah Waljama'ah adalah golongan orang yang memiliki keyakinan theologi bahwa Allah adalah Dzul Asbab (pemberi sebab), tapi mereka juga meyakini bahwa Allah menciptakan Asbab (penyebab) sebagai upaya manusiawi. Mereka yakin sesuatu datang dari Allah dan yakin pada Sunatullah. Kecenderungan golongan ini adalah menyeimbangi takdir Allah dengan usaha dan ikhtiar insaniyah.
Sikap dan pandangan ini diyakini oleh golongan Ahlussunnah Waljama'ah mu'tadil wa mutawasith (seimbang dan berimbang). Mereka selalu berikhtiar untuk mendapatkan sesuatu namun tidak terlepas dari tawakkal (memasrahkan hasil ikhtiar kepada ketentuan Allah). Mereka juga meyakini bahwa kemampuan ikhtiyar mereka merupakan rahmat dari Allah swt.
Di saat suka, mereka tidak berbangga secara berlebihan dan tidak pula sombong. Di saat menghadapi duka/musibah, mereka tidak terlalu sedih/takut, apalagi pasrah tanpa upaya apapun. Mereka selalu berusaha sesuai kemampuan dan bertawakkal kepada Allah subhanahuwata'ala. Mereka juga berdoa, berdzikir, dan berharap ketentuan terbaik berpihak kepada mereka. Karena rahmat Allah dekat kepada hambaNya yang berbuat kebaikan.
Contoh slogannya, misalnya: disingkat DUIT (Doa, Usaha, Istiqomah, Tawakal). Dengan demikian mereka tidak hanya pasrah menjalani kehidupan ini. Tapi ada upaya yg kuat utk meraih sesuatu keinginan namun hasil akhirnya diterima dengan kepasrahan (tawakkal). Bahkan di kalangan tertentu, ada yg menerima apapun hasil akhir dari ikhtiarnya dengan sikap kerelaan (ridho).
Pandangan keyakinan mereka dalam menyikapi theologi ini selaras dgn rukun iman keenam, yakni iman terhadap takdir. Diiantara dalil landasan penganutnya adalah sikap Khalifah Umar bin Khattab dan pasukannya pada suatu ketika membatalkan rencananya memasuki kota Syam. Saat itu sedang terjadi wabah penyakit.
Sewaktu di kota Sargh, salah seorang sahabat bernama Abu Ubaidah al-Jarrah mendebatnya;
أننفر من قدر الله، يا أمير المؤمنين؟
"Akankah kita menghindar dari takdir Allah, wahai Amirul mukminin?"Lantas Umar bin Khattab menjawab:
نعم، ننفر من قدر الله إلى قدر الله
"Benar! Kita menghindari dari satu takdir Allah kepada takdir-Nya yang lain!"Tak berapa lama, datanglah sahabat lainnya, Abdurrahman bin Auf lalu menyampaikan hadits Rasulullah yang pernah ia dengar sebelum beliau wafat.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إذا سمعتم به - أي الطاعون- بأرض الوباء فلا تقدموا عليه وإذا وقع وأنتم بها فلا تخرجوا فرارا منه. [رواه البخاري]
Rasulullah bersabda: "Jika kalian mendengar adanya wabah penyakit di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya dan jika kalian berada di negeri itu, maka janganlah pula kalian meninggalkannya karena menghindarinya." (HR. Bukhari).
Kemudian mengenai tawakkal, golongan Ahlussunah Waljamaah mengambil ibroh dari kisah salah seorang sahabat Nabi yang meninggalkan untanya dilepas begitu saja tanpa mengikat tali kekang ke sebuah batu saat ia memasuki masjid Nabawi untuk beribadah.
Lantas Rasulullah menegurnya, "Kenapa tidak kau ikat untamu itu?!"
Di menjawab: "Aku serahkan untaku kepada Allah, ya Rasulullah! Jika Allah menghendaki, dia tetap ada bersamaku. Tapi jika Allah menghendakinya hilang, maka dia hilang dariku."
Rasulullah menjawab sambil tersenyum.
"Bukan begitu caranya!"
Lantas Nabi mengajarkan ikhtiar dengan upaya mengikat untanya, lalu Nabi bersabda:
"Sekarang barulah engkau bertawakkal dan serahkan semuanya pada Allah!"
Begitulah ajaran Rasulullah dalam bertawakkal yang sesuai sunnah dan ajaran Islam.
Akhirnya, jika semua ikhtiar sudah dilaksanakan secara maksimal, dan tawakkal sudah disertakan, maka apapun hasilnya, baik sesuai harapan ataupun tidak, itulah yang disebut takdir. Ketahuilah bahwa takdir bukanlah tanpa ikhtiar dan bukan tanpa tawakkal. Karena ikhtiar pun adalah sunnatullah (takdir). Wallahu 'alam.
Itulah pengetahuan tentang 3 Golongan Keyakinan Akidah di dalam Islam. Semoga dapat menambah wawasan keislaman kita, bisa memperkuat iman di dada, dan memperkokoh keyakinan terhadap akidah yang benar. Amin.
No comments:
Post a Comment